ADVERTISEMENT

Indonesia Rentan Bencana: Kolaborasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Jadi Kunci Pemulihan

2025-06-23
Indonesia Rentan Bencana: Kolaborasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Jadi Kunci Pemulihan
Republika Online

Jakarta, REPUBLIKA.co.id - Indonesia kembali dihadapkan pada serangkaian bencana alam. Mulai dari gempa bumi, banjir, tanah longsor, hingga letusan gunung berapi, dampak dari perubahan iklim dan aktivitas geologis ini terus menghantui. Menanggapi kondisi ini, Prof. Arief Wibowo, Guru Besar Universitas Budi Luhur (UBL), menekankan pentingnya pendekatan komprehensif dalam penanganan bencana.

“Indonesia sering disebut sebagai ‘etalase bencana’ karena frekuensi dan tingkat kerugian akibat bencana alam yang tinggi. Kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan respons reaktif setelah bencana terjadi. Perlu adanya strategi proaktif yang melibatkan berbagai elemen, mulai dari ilmu pengetahuan, teknologi, kebijakan publik, hingga partisipasi aktif masyarakat,” ujar Prof. Arief dalam sebuah diskusi di Jakarta, baru-baru ini.

Integrasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Prof. Arief menjelaskan bahwa integrasi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) adalah kunci utama dalam mitigasi dan pemulihan bencana. Pengembangan sistem peringatan dini yang akurat dan terpercaya, pemetaan risiko bencana yang detail, serta penggunaan teknologi untuk membangun infrastruktur yang tahan bencana adalah beberapa contoh implementasi iptek.

“Contohnya, teknologi early warning system (EWS) untuk tsunami atau banjir bisa menyelamatkan ribuan nyawa jika diimplementasikan dengan baik. Selain itu, riset tentang material bangunan yang tahan gempa juga sangat penting untuk mengurangi kerusakan akibat gempa bumi,” tambahnya.

Kebijakan Publik yang Adaptif

Selain iptek, kebijakan publik yang adaptif juga krusial. Pemerintah perlu membuat regulasi yang mendukung pembangunan berkelanjutan, tata ruang yang terencana dengan baik, serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran lingkungan.

“Kebijakan yang baik harus mampu mengintegrasikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Misalnya, memberikan insentif bagi masyarakat untuk melakukan relokasi dari daerah rawan bencana, atau memberikan pelatihan keterampilan bagi masyarakat terdampak bencana agar mereka bisa segera bangkit kembali,” jelas Prof. Arief.

Partisipasi Masyarakat: Pilar Utama

Prof. Arief menekankan bahwa partisipasi masyarakat merupakan pilar utama dalam penanganan bencana. Masyarakat harus diberdayakan untuk memahami risiko bencana, melakukan persiapan yang matang, dan berpartisipasi aktif dalam proses pemulihan.

“Pendidikan dan sosialisasi tentang mitigasi bencana harus digencarkan. Masyarakat perlu tahu bagaimana cara menyelamatkan diri, bagaimana cara memberikan pertolongan pertama, dan bagaimana cara membangun kembali kehidupan setelah bencana,” katanya.

Kolaborasi Multisektor

Untuk mewujudkan pendekatan komprehensif ini, Prof. Arief mendorong kolaborasi multisektor yang kuat. Pemerintah, akademisi, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat umum harus bekerja sama dalam menghadapi tantangan bencana.

“Bencana adalah masalah kompleks yang membutuhkan solusi yang kompleks pula. Tidak ada satu pihak pun yang bisa menyelesaikan masalah ini sendirian. Kolaborasi adalah kunci,” pungkasnya.

ADVERTISEMENT
Rekomendasi
Rekomendasi